|
Rancangan Pulau Reklamasi |
“Tolak reklamasi Teluk Benoa !”
Banyak yang bilang kalimat itu pemersatu rakyat Bali dalam menolak investor
rakus. Benarkah demikian ?
Saat ini kasus reklamasi Teluk Benoa
sedang menuju puncaknya. Reklamasi adalah proses pembuatan daratan baru di
lahan yang tadinya tertutup air, seperti bantaran sungai atau pesisir.
Reklamasi Teluk Benoa rencananya akan mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa
dari kawasan konservasi menjadi zona budi daya dan pembangunan berbagai obyek
wisata di atasnya. Rencana reklamasi itu menuai pro dan kontra.
Pihak
yang mendukung menyatakan bahwa reklamasi itu dilakukan karena kondisi wilayah
perairan sudah sangat terancam akibat abrasi dan terjadi sedimentasi /
pendangkalan karena perubahan iklim global. Tujuan pemanfaatan kawasan Teluk
Benoa, antara lain untuk mengurangi dampak bencana alam dan iklim global, serta
menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa
adalah untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi wisata dengan
menciptakan ikon pariwisata baru berkonsep green
development berlandaskan budaya Bali, membuka lapangan pekerjaan,
meningkatkan perekonomian dan sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya bahaya
tsunami.
Kelompok
yang menolak rencana reklamasi berpendapat bahwa kawasan konservasi memiliki
banyak fungsi vital dalam pelestarian ekosistem. Mereklamasi kawasan
konservasi, selain melanggar peraturan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Sarbagita, juga membawa banyak dampak negatif bagi ekosistem maupun kehidupan
masyarakat sekitar, termasuk kehilangan wilayah suci untuk upacara adat,
tersingkirnya masyarakat dan budaya asli Bali, pembangunan Bali yang tidak
merata, serta mafia-mafia berkedok investor yang akan berkuasa dibalik mulusnya
reklamasi Teluk Benoa.
Hasil
survei Indo Survey and Strategy (ISS) tahun 2014 menyebutkan, mayoritas
masyarakat Bali ternyata menginginkan adanya revitalisasi berbasis reklamasi di
pulau Benoa. Dari hasil survey didapati, sebanyak 53,2 persen masyarakat Bali
memilih dilakukannya revitalisasi berbasis reklamasi, sedangkan 32 persen
menolak revitalisasi berbasis reklamasi. Sisanya 3 persen masyarakat tidak
menjawab.
Hal ini telah
cukup membuktikan bahwa dibalik pihak yang terang-terangan menolak reklamasi teluk
benoa, ada penduduk Bali yang terlihat diam tapi mendukung revitalisasi
berbasis reklamasi. Apakah mereka yang mendukung reklamasi ini salah ? Belum
tentu. Tapi jika ada orang yang secara terang-terangan mendukung reklamasi,
secara tak langsung sikap orang-orang yang ada disekitarnya langsung berubah
sinis. Tatapan matanya terkesan menyalahkan dan inilah yang berpotensi
menimbulkan konflik lain : perpecahan Bali.
Kenapa bisa demikian ? Ada yang
mengatakan hal ini sudah diatur oleh pihak yang ingin merusak Bali melaui
politik devide et impera, politik
pecah belah. Tapi apakah itu benar ? Bagaimana jika tidak ada orang asing yang
mengadu domba rakyat Bali, tapi rakyat Bali itu sendiri yang belum paham
sepenuhnya apakah reklamasi Teluk Benoa itu baik atau buruk, lalu bertengkar
karena merasa alasannya yang paling benar ? Ironis.
Agar tidak menimbulkan perpecahan
yang semakin parah, sebaiknya aksi terhadap penolakan reklamasi Teluk Benoa ini
perlu dirubah menjadi aksi damai bersama untuk menguak kebenaran dari proyek
tersebut, apakah reklamasi teluk benoa itu lebih banyak memberikan dampak
positif atau negatif bagi Bali. Misalnya dengan mengadakan diskusi / kajian
bersama, pengawasan bersama terhadap berbagai pihak yang terlibat, dan bila
memungkinkan dengan memaksa penggagas proyek untuk membuka secara lengkap dan
sejujur-jujurnya mengenai maksud dilakukannya reklamasi Teluk Benoa baik secara
sekala atau niskala. Masyarakat juga hendaknya lebih terbuka terhadap berbagai
pemikiran baik dari segi pro maupun kontra dengan tetap saling menghormati.
Bukannya menyalahkan pemikiran yang berbeda dari yang diketahuinya.
Intinya
meski kebenaran mengenai reklamasi Teluk Benoa belum jelas, rakyat Bali harus tetap
akur dan bersatu untuk menghadapi masalah-masalah yang ada, khususnya masalah dari
luar. Sama halnya seperti dua saudara yang terlalu sibuk berkelahi sehingga
tidak memperhatikan anak tetangga yang mencuri mangga di halaman dua bersaudara
tersebut. Jadi, dua bersaudara ini harus akur sehimgga bisa melindungi pohon
mangganya dari pencuri sambil tetap merawat mangga tersebut agar semakin subur
dan berbuah banyak (Bagus).
*Tulisan ini pernah dimuat di www.persakademika.com