Tahun
lalu cuaca cukup buruk karena hujan dari pagi. Dicatatanku tanggal 3-1-2015, aku
hampir seharian di rumah dimana sorenya aku baru pergi ke Student Center UNUD.
Itupun hanya untuk menjual sosis yang dibuat bersama teman-temanku di dapur
rumahku dalam rangka penggalian dana Persma Akademika. Dari sekian banyak sosis
yang kami jual, hampir sebagian besar aku borong untuk dimakan bersama temanku
di Batubulan sambil menonton anime favoritku waktu itu : BAKUMAN :D
Sedangkan
tahun ini aku pulang dari Besakih jam 3 pagi dan jam 7 baru bangun karena alarm
nggak bunyi, padahal jam 8 aku harus jadi juri di Trisma. Proposal bisnis yang harus
kunilai pun belum selesai kuperiksa. WADAOOOW !!
|
Jam 7 masih menjuri proposal bisnis |
|
Peserta pertama yang presentasinya kunilai |
|
Juara 1 nya. Yang kanan namanya Dani. Mirip Angga my bro :D |
|
Dikasih Es Buah sama pesertanya |
|
Almamaterku dari SMPN3 Denpasar |
|
Kak Ananta menjuri. Pertanyaannya selalu bikin peserta bingung |
Setelah
menjuri 9 presentasi dari peserta lomba Entrepreneurship Trisma Competition
(ETC), aku menikmati santap siang bersama guru besar masa SMA, Kak Ananta. Kami
berdiskusi tentang reklamasi Teluk Benoa. “Mahasiswa seharusnya ga boleh
netral. Netral itu bukan sikap. Jangan jadi abu-abu gus. Lebih baik milih
dukung / nolak dengan alasan yang jelas,” kata Kak Ananta dengan nada serius
sambil agak bercanda (bagaimana mendeskripsikannya ya ? Gaya khas Kak Ananta
pokoknya).
Gara-gara
diskusi itu, aku jadi teringat debat kusirku dengan senior dan teman-temanku
pada penghujung tahun 2015 mengenai hal yang sama : Reklamasi Teluk Benoa.
Kesimpulan diskusi yang kutangkap yaitu bahwa kita harus memilih / mengambil
sikap sesuai hati nurani dan pilihanku waktu itu adalah netral. Itu karena aku
tidak suka melihat kita sebagai saudara sesama orang Bali bertengkar satu sama
lain, sementara ada pihak-pihak asing yang mengambil keuntungan dari hal
tersebut. Tapi karena Kak Ananta bilang netral itu bukan sikap, rasanya aku
harus membuat keputusan yang berani antara mendukung / menolak reklamasi Teluk
Benoa. Dan hati nuraniku rasanya cenderung kearah mendukung reklamasi Teluk
Benoa. Entah kenapa penilaianku melihat itu sebagai pilihan yang tepat untuk
Bali & Indonesia. Memang benar dampaknya terhadap lingkungan cukup
menyeramkan. Kemudian ada isu mengenai para investor rakus dan mafia-mafia
mengerikan dibaliknya. Tapi diluar itu semua, menurutku dampak positifnya lebih
banyak. Apalagi jika kita bisa menanggulangi dampak negatif tersebut. Nanti aku
coba jabarkan lebih detil alasanku
kenapa dukung reklamasi Teluk Benoa deh, tapi dipostingan yang berbeda
(panjang banget, lagi males ngetik).
Kembali
soal juri-menjuri. Aku jadi juri untuk lomba di SMAku ini juga sebenarnya merupakan
pilihan yang cukup berat. Selain harus merelakan waktu bersama keluarga besarku
yang diwaktu bersamaan juga berwisata ke Taman Nusa bersama pakmang (paman) dan
Fei-fei (adik misanku) dari Jakarta, aku juga tidak bisa ikut ke Taman Makam
Pahlawan Margarana menentukan jalur tracking untuk wisata jurnalistik Pers
Mahasiswa Akademika.
|
My Big Family at Taman Nusa |
|
Teman-teman AKA yang buka jalur tracking di Margarana |
Dibalik
kesedihan karena tidak memilih untuk mengikuti 2 kegiatan di atas, sebenarnya
aku merasa belum pantas jadi juri lomba proposal bisnis dan entrepreneur /
kewirausahaan ini. Mungkin karena aku sampai sekarang belum cukup sukses jadi
wirausahawan. Memang waktu SMP aku pernah buka usaha dengan menyewakan komik ke
teman-temanku. Waktu SMA aku juga pernah buka usaha fotografi & videografi
untuk dokumentasi acara / kegiatan. Di SMA juga aku pertama kali belajar nyari uang
untuk berbagai kegiatan ekstra jurnalistik Madyapadma melalui sponsorship,
iklan majalah, menjuarai berbagai lomba, menjual barang bekas, sampai jadi
makelar sepeda motor. Dan saat kuliah aku baru belajar nyari uang secara
berkelompok dalam kegiatan Dies Natalis 52 UNUD sebagai koordinator penggalian
dana dengan cara jualan puding / camilan di lapangan Renon & Puputan
Badung, mengamen di tempat-tempat makan, bahkan jualan baju bekas di pasar.
Saat kuliah aku juga baru belajar cara nyari uang dengan bekerja sama bersama
temanku membuat baju yang dijual di distro, jadi surveyor, pemateri
jurnalistik, dan yang terbaru ini dengan jadi juri. Dan setelah kupikir-pikir,
mungkin sebenarnya aku cukup pantas menjuri anak SMP ya ? Hahaha (malah jadi
sombong, padahal aku udah niat tahun ini akan jadi pribadi yang lebih rendah
hati *btw masih banyak kegiatan-kegiatanku yang berkaitan dengan wirausaha
& cara mencari uang yang belum kucantumin loo).
Sore
sesudah pengumuman juara lomba, aku yang sudah cukup lelah secara fisik dan
mental lagi-lagi harus memilih. Apakah aku harus menyusul keluarga besarku,
pulang untuk isirahat, atau mengikuti rapat wisata jurnalistik bersama
kawan-kawan Persma Akademika ? Akhirnya aku menghabiskan sore-malamku di sekre
Akademika untuk TM wisjur & evaluasi. Dilanjutkan dengan makan malam
bersama teman & juniorku yang sudah kuanggap sebagai saudara sendri.
Akhirnya kuakhiri hari dengan nongkrong sampai malam di sekre tercinta.
|
Narsis di tempat makan. Aku yang traktir loo |
Padahal
aku sudah bertekad untuk tidak menjadi pribadi yang aneh tahun ini. Tapi aku
ternyata masih tetap aneh. Udah umur segini masih juga aku nyari sensasi dengan
juniorku yang sudah kuanggap adik tadi. Tampaknya jalanku menuju kedewasaan
masih sangat panjang :D
|
Udah 2016 masih suka buat sensasi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar