7
Januari 2016 aku bangun jam 7 untuk mengantar adikku sekolah, tidur lagi dan
bangun jam 11 siang. Wajar kan ? Pulangnya saja aku jam 3 pagi. Saat pulang
dari Batubulan, salah satu bagian tubuhku gatal-gatal hebat. Aneh ya, padahal
seharian baik-baik saja.
Yang
unik hari ini adalah aku pergi ke Griya Ayu Natar Sari untuk meminta tolong
agar upacara otonanku bisa dilaksanakan disana hari sabtu tanggal 9-1-2016.
Setelah dapat izin dari Ida Pandita untuk melaksanakan otonan disana, papa
bercerita tentang mimpinya. Ia memimpikan bahwa mobil sedannya rusak kena benda
jatuh dan mobil sedannya itu hancur di garasi rumah. Langsung saja Ida Pandita keluar
melihat kondisi mobil sedan yang diparkir di depan griya. Setelah itu, Ida
Pandita menyuruh papa untuk memasukkan mobil sedannya ke griya. Ida Pandita
lalu mengambil tirta dan menyiramkannya ke mobil sedan tersebut. Tiba-tiba dari
tempat yang terkena tirta, keluar cairan berwarna merah. Itu DARAH !!
Darah di mobil sedan |
Menurut
Ida Pandita, ada orang yang tidak menyukai / iri dengan keluarga kami dan
berniat buruk dengan menaruh cetik pada mobil sedan kami. Cetiknya berupa darah
orang yang datang bulan. Jijik sekaligus mengerikan. Untung saja kami masih ada
dalam perlindungan Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang memberi tahu papaku
lewat mimpi. Sejak mengalami mimpi tersebut, mobil sedan kami tidak pernah
digunakan sampai saat ini. Setelah mobil sedan bersih, giliranku yang
menceritakan mimpiku. Aku bermimpi bahwa rumahku dikepung banyak buaya raksasa
dan aku sekeluarga kabur dikejar keliling rumah. Pada mimpi yang sama, aku
bertemu dengan harimau putih yang kuajak ngomong dengan Bahasa Bali. Lalu ada
orang datang mengusir buaya raksasa tersebut sambil membawa banyak kucing. Aku
mengajak salah satu kucing tersebut untuk bermain, tapi aku justru dicakar
sampai terluka (pernah aku pos di Path dan FB).
Berdasarkan
hasil penerawangan Ida Pandita, mimpiku itu berarti sangat buruk. Buaya besar
menandakan bahaya, musibah, dan masalah. Aku dicakar kucing juga berarti
bahaya. Ada kemungkinan aku dikenai cetik dan nyawaku terancam. Apalagi Kajeng
Kliwon kemarin aku tidak sembahyang dan saat dini hari aku pulang, rasanya aku
melihat banyak mahluk halus / penampakan. Untungnya dalam mimpi aku bertemu
harimau putih dan kuajak berbicara. Menurut Ida Pandita, itu artinya masih ada
yang melindungiku dan keluarga. Semoga semuanya baik-baik saja. Untuk yang
berusaha nyetik aku dan keluargaku, tolong berhenti. Kami juga saat ini sedang
kesulitan. Daripada terjebak dalam rasa iri, lebih baik tobat dan berusaha
menyelesaiakan masalah sendiri. Kalau ada yang bisa kami bantu, tolong katakan
dengan baik-baik. Astungkara kami bantu semampu kami. Suksma.
Karena
lama di tempat Ida Pandita, aku pun telat datang rapat wisata jurnalistik. Pada
acara kali ini, aku ditunjuk sebagai sie acara sekaligus bendahara. Karena aku
terlambat, tampaknya rapat wisjur dipending dan dilakukan pembahasan mengenai
kartu pers Akademika yang terbaru. Seluruh peserta rapat diminta memberikan
masukan, tapi aku merasa masukanku kurang dihargai. Kebiasaan burukku yang
kudapat dari papaku juga jadi keluar gara-gara emosi. Aku justru menyombongkan
diriku saat dulu menggunakan kartu pers untuk mewawancarai orang-orang penting.
Padahal masukanku baik, yaitu untuk mengisikan keterangan mengenai fungsi kartu
pers dan minimal tanda tangan PU serta pemred pada kartu pers yang akan dibuat.
Kalau nggak bisa nerima masukan, dari awal nggak usah minta masukan. Haha.
Rapat
mengenai wisjur juga berlangsung tegang. Ini karena ketua panitia juga terbawa
emosi yang disebabkan peserta rapat terlalu santai dan kebanyakan bercanda.
Sempat dibahas mengenai HUT Pers Mahasiswa Akademika UNUD yang ke 33. Secara
mengejutkan, temanku Sui Suadnyana *busuk yang menjadi ketua panitia. Hahaha,
madak ci Sui. Karena Sui juga memiliki banyak kegiatan diluar organisasi ini,
ia mengharapkan adanya wakil. Aku sebagai SC menawarkan diri untuk menjalankan
fungsi sebagai wakil apabila Sui berhalangan untuk memimpin rapat. Tapi
lagi-lagi masukanku ditolak mentah-mentah dengan dalil strukturku sebagai SC.
Kalau kayak gini caranya, mungkin aku nggak akan ngambil banyak kerjaan diluar
tanggung jawabku dalam mempersiapkan acara ini. Aku kan SC. Wahahaha (stress).
Satu
lagi hal yang buat aku gelisah adalah mengenai saranku untuk mengadakan lomba
foto jurnalistik tingkat nasional (minimal se-Bali dah) yang kemungkinan juga
tidak akan dilaksanakan. Padahal fungsi SC sebagai pemberi masukan kan ? Untuk
apa aku jadi SC kalau begini caranya ? Terlalu banyak masalah rumah tangga
organisasi yang kurasakan dan rasanya hanya akan menjadi aib kalau aku curahkan
disini. Mungkin juga ini karena cetik yang mempengaruhiku.
Kembali
ke permasalahan niskala / gaib, Ida Pandita sempat berkata bahwa saat ini aku
sangatlah kotor. “Kalau gus dilukat dengan tirta suci dari griya, pasti akan
langsung berubah warna tirtanya jadi keruh atau berlumpur,” ujar Ida Pandita
sambil tersenyum. Hahaha, sakit kepalaku nulis tulisan ini. Padahal tulisan ini
aku buat saat Hari Suci Siwalatri. Sial !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar